Banjir di Kabupaten Kapuas

Banjir Melanda Empat Kecamatan di Kapuas: Pemkab Tetapkan Status Tanggap Darurat

Kuala Kapuas, Pemerintah Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, resmi menetapkan status tanggap darurat bencana banjir yang melanda empat kecamatan di wilayahnya. Banjir yang terjadi akibat intensitas hujan tinggi dan luapan sungai ini menggenangi puluhan rumah warga dan infrastruktur publik. Kondisi ini memaksa pemerintah setempat mengambil langkah cepat untuk menangani situasi yang semakin mengkhawatirkan.

Berdasarkan pantauan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kapuas, setidaknya sepuluh desa di Kecamatan Mantangai terendam banjir dengan ketinggian air bervariasi antara 30 sentimeter hingga 1,5 meter. Desa-desa yang terdampak meliputi Mantangai Hilir, Mantangai Tengah, Mantangai Hulu, Kalumpang, Sei Ahas, Katunjung, Lahei, Katimpun, Pulau Kaladan, dan Talingke. BPBD melaporkan bahwa banjir mulai melanda kawasan tersebut sejak pertengahan Maret 2025.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kapuas, Ahmad M Saribi, menyampaikan bahwa pihaknya telah mengirimkan tim penyelamat ke lokasi bencana. “Tim kami segera mendistribusikan bantuan logistik berupa makanan siap saji, air minum, selimut, dan kebutuhan sanitasi untuk warga terdampak,” ujar Saribi. Bantuan tersebut diprioritaskan untuk kelompok rentan seperti lansia, ibu hamil, dan anak-anak yang kondisinya membutuhkan perhatian khusus.

Bupati Kapuas, menandatangani Surat Keputusan Nomor 48/2025 tentang Penetapan Status Tanggap Darurat Bencana Banjir pada 14 Maret 2025. Status tanggap darurat ini berlaku selama 14 hari dan dapat diperpanjang sesuai dengan perkembangan situasi di lapangan. Penetapan status tersebut bertujuan untuk mempercepat penanganan bencana dan memudahkan koordinasi antar instansi terkait.

Selain Kecamatan Mantangai, banjir juga melanda Kecamatan Timpah, Kapuas Tengah, dan Kapuas Hulu. Infrastruktur vital seperti sekolah, puskesmas, dan jalan penghubung antar desa terendam air sehingga aktivitas warga terganggu. Akses menuju beberapa desa terpencil hanya bisa dijangkau menggunakan perahu kecil atau kelotok, istilah lokal untuk perahu motor tradisional.

Dinas Sosial Kabupaten Kapuas membuka dapur umum di sejumlah titik pengungsian untuk memenuhi kebutuhan pangan warga yang rumahnya terendam banjir. “Kami mengoperasikan lima dapur umum yang tersebar di lokasi pengungsian dengan kapasitas masing-masing mampu melayani 100 hingga 150 orang per hari,” kata Kepala Dinas Sosial Kapuas. Para relawan juga membantu mendirikan tenda-tenda pengungsian di area yang lebih tinggi dan aman dari genangan air.

Dampak banjir tidak hanya mengancam keselamatan penduduk tetapi juga berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi yang signifikan. Ratusan hektar lahan pertanian dan perkebunan terendam air, mengancam pasokan pangan di kabupaten tersebut. “Kami belum bisa memperkirakan total kerugian ekonomi akibat banjir ini, tetapi berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya, kerugian bisa mencapai miliaran rupiah,” ungkap Kepala Dinas Pertanian Kapuas.

Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah turut memberikan dukungan penanganan bencana melalui pengiriman bantuan logistik dan personel tambahan. Gubernur Kalimantan Tengah menginstruksikan dinas terkait untuk berkoordinasi dengan Pemkab Kapuas guna memastikan bantuan tepat sasaran. Bantuan dari provinsi meliputi perahu karet, genset, obat-obatan, dan makanan siap saji yang sangat dibutuhkan warga terdampak.

BMKG Palangka Raya memprediksi hujan dengan intensitas sedang hingga tinggi masih akan terus terjadi di wilayah Kapuas hingga akhir Maret 2025. Masyarakat diminta tetap waspada dan mengikuti arahan petugas terkait kemungkinan evakuasi. “Kami mengimbau warga yang tinggal di bantaran sungai dan daerah rawan banjir untuk meningkatkan kewaspadaan dan mempersiapkan langkah-langkah antisipasi,” kata Kepala BMKG Palangka Raya.

Bencana banjir di Kabupaten Kapuas menjadi pengingat tentang pentingnya mitigasi bencana dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Pemerintah daerah perlu meningkatkan sistem peringatan dini dan infrastruktur pengendalian banjir untuk mengurangi risiko bencana serupa di masa mendatang. Kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan pihak swasta sangat diperlukan dalam mengatasi dampak bencana alam yang semakin sering terjadi akibat perubahan pola cuaca ekstrem.

More From Author

Kontroversi dan Implikasi bagi Demokrasi Indonesia

Revisi UU TNI: Kontroversi dan Implikasi bagi Demokrasi Indonesia

Penolakan terhadap Damang Kepala Adat Perempuan di Kapuas Hilir

Kontroversi Gender dalam Kepemimpinan Adat, Penolakan terhadap Damang Kepala Adat Perempuan di Kapuas Hilir

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *